Wajibnya Mencintai dan Mengagungkan Nabi Muhammad
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الحَكِيْمِ الخَبِيْرِ، اَلْمَلِكِ العَلَّامِ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَه َإِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَرَعَ
الشَرَائِعَ وَأَحْكَمَ الأَحْكَامَ، وَأَحَلَّ لِعِبَادِهِ الطَيِّبَاتِ
وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ الخَبَائِثَ وَالآثَامَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرَ الأَنَامِ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى
آلِهِ وَالصَحْبِ الكِرَامِ .
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ عِبَادَ اللهِ: اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
وَرَاقِبُوْهُ –سُبْحَانَهُ- مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ
وَيَرَاهُ .
Ibadallah,
Bertakwalah kepada Allah. Karena takwa
adalah kunci keselamatan di dunia dan akhirat hanya dapat digapai dengan
ketakwaan.
Ibadallah,
Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat tentang
wajibnya mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melebihi kecintaan dan pengagungan terhadap seluruh makhluk Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Akan tetapi dalam mencintai dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak boleh melebihi apa yang telah ditentukan syari’at, karena
bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam seluruh perkara agama akan menyebabkan
kebinasaan.
Wajibnya Mencintai Dan Mengagungkan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Pertama-tama, wajib bagi setiap hamba mencintai Allah dan ini merupakan bentuk ibadah yang paling agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Pertama-tama, wajib bagi setiap hamba mencintai Allah dan ini merupakan bentuk ibadah yang paling agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan orang-orang yang beriman sangat besar
cintanya kepada Allah.” [Al-Baqarah/2:165]
Ahlus Sunnah mencintai Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengagungkannya sebagaimana para Sahabat
Radhiyallahu anhum mencintai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dari
kecintaan mereka kepada diri dan anak-anak mereka, sebagaimana yang terdapat
dalam kisah ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, yaitu sebuah hadits dari
Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam Radhiyallahu anhu, ia berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ
آخِدٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ لَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ،
حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ عَمَرُ: فَإِنَّهُ
اْلآنَ، وَاللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلآنَ يَا عُمَرُ.
“Kami mengiringi Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu
anhu. Kemudian ‘Umar berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Wahai
Rasulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apa pun selain diriku.’
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Tidak, demi yang jiwaku
berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu.’ Lalu
‘Umar berkata kepada beliau: ‘Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah, engkau
sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘Sekarang (engkau benar), wahai ‘Umar.’” (HR. Al-Bukhari).
Berdasarkan hadits di atas, maka mencintai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan harus didahulukan
daripada kecintaan kepada segala sesuatu selain kecintaan kepada Allah, sebab
mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengikuti sekaligus
keharusan dalam mencintai Allah. Mencintai Rasulullah adalah cinta karena
Allah. Ia bertambah dengan bertambahnya kecintaan kepada Allah dalam hati
seorang mukmin, dan berkurang dengan berkurangnya kecintaan kepada Allah.
Orang yang beriman akan merasakan manisnya
iman apabila hanya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ،
مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ
يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي
الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي
النَّارِ.
“Ada tiga perkara yang apabila perkara
tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1)
hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya. (2) Apabila
ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia tidak suka
untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagai-mana ia
tidak mau untuk dilemparkan ke dalam api.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengharuskan adanya penghormatan, ketundukan dan keteladanan kepada
beliau serta mendahulukan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas
segala ucapan makhluk, serta mengagungkan Sunnah-sunnahnya.
Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata: “Setiap kecintaan dan pengagungan kepada manusia hanya dibolehkan
dalam rangka mengikuti kecintaan dan pengagungan kepada Allah. Seperti
mencintai dan mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sesungguhnya ia adalah penyempurna kecintaan dan pengagungan kepada Rabb yang
mengutusnya. Ummatnya mencintai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena
Allah telah memuliakannya. Maka kecintaan ini adalah karena Allah sebagai
konsekuensi dalam mencintai Allah.”
Maksudnya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
meletakkan kewibawaan dan kecintaan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karena itu tidak ada seorang manusia pun yang lebih dicintai dan disegani dalam
hati para Sahabat kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
‘Amr bin al-‘Ash -sebelum ia masuk Islam-
berkata: “Sesungguhnya tidak ada seorang manusia pun yang lebih aku benci
daripada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Namun setelah ia masuk Islam,
tidak ada seorang manusia pun yang lebih ia cintai dan lebih ia agungkan
daripada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mengatakan: “Seandainya aku
diminta untuk menggambarkan pribadi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
kalian tentu aku tidak mampu melakukannya sebab aku tidak pernah menajamkan
pandanganku kepada beliau sebagai pengagunganku kepada beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam.”
‘Urwah bin Mas’ud berkata kepada kaum
Quraisy: “Wahai kaumku, demi Allah, aku telah diutus ke Kisra, kaisar dan
raja-raja, namun aku tidak pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh
segenap rakyatnya melebihi pengagungan para Sahabat Radhiyallahu anhum kepada
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah, mereka tidak memandang
dengan tajam kepada beliau sebagai bentuk pengagungan mereka kepadanya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta tidaklah beliau berdahak kecuali ditadah
dengan telapak tangan salah seorang dari mereka, kemudian dilumurkan pada wajah
dan dadanya. Lalu tatkala beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu’, maka
hampir saja mereka saling membunuh karena berebut sisa air bekas wudhu’ beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Konsekuensi Dan Tanda-Tanda Cinta Kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
1. Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharuskan adanya pengagungan, memuliakan, meneladani beliau dan mendahulukan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas segala ucapan makhluk serta mengagungkan Sunnah-sunnahnya.
1. Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharuskan adanya pengagungan, memuliakan, meneladani beliau dan mendahulukan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas segala ucapan makhluk serta mengagungkan Sunnah-sunnahnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ
اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesung-guhnya
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Hujuraat/49: 1]
2. Mentaati apa yang Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam perintahkan.
Allah memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah untuk taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dengan taat kepada beliau menjadi sebab seseorang masuk Surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Allah memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah untuk taat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dengan taat kepada beliau menjadi sebab seseorang masuk Surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ
وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah
ketentuan-ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke
dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.” [An-Nisaa’/4: 13]
3. Membenarkan apa yang beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam sampaikan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkata menurut hawa nafsunya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkata menurut hawa nafsunya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰإِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).” [An-Najm/53: 3-4]
4. Menahan diri dari apa yang dilarang dan
dicegah oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”
[Al-Hasyr/59: 7]
5. Beribadah sesuai dengan apa yang beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam syari’atkan, atau dengan kata lain ittiba’ kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurangi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengajarkan ummat Islam tentang bagaimana cara yang benar dalam beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan semuanya. Oleh karena itu, ummat Islam wajib ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mereka mendapatkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kejayaan dan dimasukkan ke dalam Surga-Nya.
Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurangi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengajarkan ummat Islam tentang bagaimana cara yang benar dalam beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan semuanya. Oleh karena itu, ummat Islam wajib ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mereka mendapatkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kejayaan dan dimasukkan ke dalam Surga-Nya.
Ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam hukumnya adalah wajib, dan ittiba’ menunjukkan kecintaan
seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni
dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” [Ali ‘Imran/3: 31]
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah
(wafat th. 774 H): “Ayat ini adalah pemutus hukum bagi setiap orang yang
mengaku mencintai Allah namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka orang itu dusta dalam pengakuannya tersebut hingga ia
mengikuti syari’at dan agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam semua ucapan dan perbuatannya.”
Di antara tanda cinta kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mengamalkan Sunnahnya,
menghidupkan, dan mengajak kaum Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang
membela As-Sunnah dari orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan
melecehkannya. Termasuk cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
menolak dan mengingkari semua bentuk bid’ah, karena setiap bid’ah adalah sesat.
Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah
al-Fauzan menjelaskan dalam kitabnya: “Termasuk mengagungkan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah mengagungkan Sunnahnya dan berkeyakinan tentang
wajibnya mengamalkan Sunnah tersebut, dan meyakini bahwa Sunnah beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menduduki kedudukan kedua setelah
Al-Qur-anul Karim dalam hal kewajiban mengagungkan dan mengamalkannya, sebab
As-Sunnah merupakan wahyu dari Allah.
Karena itu tidak boleh membuat
keragu-raguan di dalamnya, apalagi melecehkannya. Dan tidak boleh membicarakan
keshahihan dan kedha’ifannya, baik dari segi jalan, sanad atau penjelasan
makna-maknanya kecuali berdasarkan ilmu dan kehati-hatian. Pada zaman ini
banyak orang-orang bodoh yang melecehkan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, terutama dari kalangan anak-anak muda yang baru dalam tahap awal
belajar. Mereka dengan mudahnya menshahihkan atau mendha’ifkan hadits-hadits,
dan menilai cacat para perawi tanpa ilmu kecuali dari membaca beberapa buku.
Sungguh hal tersebut berbahaya bagi mereka dan ummat. Karena itu hendaknya
mereka bertaqwa kepada Allah dan menahan diri pada batasannya.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِجَمِيْعِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ
الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ،
وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا،
أَمَّا بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى،
Ibadallah,
Kita wajib mentaati Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan menjalankan apa yang diperintahkannya dan meninggalkan
apa yang dilarangnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari syahadat (kesaksian)
bahwa beliau adalah Rasul (utusan) Allah. Dalam banyak ayat Al-Qur-an, Allah
Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mentaati Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Di antaranya ada yang diiringi dengan perintah taat kepada
Allah, sebagaimana firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul-Nya…” [An-Nisaa’/4: 59]
Dan masih banyak lagi contoh yang lain. Di
samping itu terkadang perintah tersebut disampaikan dalam bentuk tunggal, tidak
dibarengi kepada perintah yang lain, sebagaimana dalam firman-Nya:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa mentaati Rasul, maka
sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” [An-Nisaa’/4: 80]
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan taatlah kepada Rasul supaya kamu
diberi rahmat.” [An-Nuur/24: 56]
Tekadang pula Allah mengancam orang yang
mendurhakai Rasul-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ
تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang melanggar
perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang
pedih.” [An-Nuur/24: 63]
Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya
ditimpa fitnah kekufuran, nifaq, bid’ah atau siksa pedih di dunia, baik berupa
pembunuhan, had, pemenjaraan atau siksa-siksa lain yang disegerakan. Allah
telah menjadikan ketaatan dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai sebab hamba mendapatkan kecintaan Allah dan ampunan atas
dosa-dosanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan
ketaatan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai petunjuk dan
mendurhakainya sebagai suatu kesesatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu
mendapat petunjuk.” [An-Nuur/24: 54]
Allah mengabarkan bahwa pada diri
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat teladan yang baik bagi
segenap ummatnya. Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.”
[Al-Ahzaab/33: 21]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
“Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai perkataan, perbuatan dan
perilakunya. Untuk itu, Allah تَبَارَكَ وَتَعَالَى
memerintahkan manusia untuk meneladani sifat sabar, keteguhan, kepahlawanan,
perjuangan dan kesabaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menanti
pertolongan dari Rabb-nya Azza wa Jalla ketika perang Ahzaab. Semoga Allah
senantiasa mencurahkan shalawat kepada beliau hingga hari Kiamat.”
Dalam Al-Qur-an, Allah telah menyebutkan
ketaatan kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneladaninya sebanyak
40 kali. Demikianlah, karena jiwa manusia lebih membutuhkan untuk mengetahui
apa yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa dan mengikutinya daripada
kebutuhan kepada makanan dan minuman, sebab jika seorang tidak mendapatkan
makanan dan minuman, ia hanya berakibat mati di dunia sementara jika tidak
mentaati dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akan
mendapat siksa dan kesengsaraan yang abadi.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan agar kita mengikutinya dalam melakukan berbagai ibadah dan
hendaknya ibadah itu dilakukan sesuai dengan cara yang beliau contohkan. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي.
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku
shalat.”[HR. Al-Bukhari]
Juga sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
خُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُم.
“Ambillah dariku manasik (haji)mu.” [HR.
Muslim]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَن عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أَمرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang
tidak berdasarkan perintah kami, maka amalan itu tertolak.” [HR. Al-Bukhari dan
Muslim]
Dan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَن رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
“Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka
ia bukan termasuk golonganku.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Dan masih banyak dalil-dalil lain yang
menunjukkan perintah mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan larangan
menyelisihinya.
ثُمَّ اعْلَمُوْا عِبَادَ اللهِ، أَنَّ خَيْرَ الحَدِيْثِ كِتَابَ
اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ
وَمَنْ شَذَّ شَذَّ فِي النَّارِ(إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا) اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ اَلرَّاشِدِيْنَ، اَلْأَئِمَّةَ
المَهْدِيِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنِ
الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَفَضْلِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاجْعَلْ هَذَا
الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِنّاً وَسَائِرَ بِلَادِ المُسْلِمِيْنَ عَامَةً يَا
رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَلِيَّ عَلَيْنَا خِيَارَنَا، وَكْفِيْنَا
شَرَّ شِرَارَنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَا لَا يَخَافُكَ
وَلَا يَرْحَمُنَا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْ وَلِيَتَنَا فِيْمَا خَافَكَ وَاتَّقَاكَ
وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، اَللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا
لِمَا فِيْهِ خَيْرَ صَلَاحِ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ
إِمَامَنَا لِمَا فِيْهِ صَلاَحِهِ وَصَلَاحِ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ،
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ بِطَانَتَهُ وَجُلَسَائِهِ وَمُسْتَشَارِيْهِ وَأَبْعِدْ
عَنْهُ بِطَانَةً السُّوْءِ وَالمُفْسِدِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ، ( رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنْ
الْخَاسِرِينَ).
عبادَ الله، (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ
وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ)،(وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا
عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ
اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ)، فاذكروا
اللهَ يذكُرْكم، واشكُروه على نعمِه يزِدْكم، ولذِكْرُ اللهِ أكبر، واللهُ يعلمُ
ما تصنعون.
Oleh : Anak Merantau
No comments:
Post a Comment