Raja Haji pahlawan terbesar di nusantara - Darul Islam Nusantara

Wednesday, March 20, 2019

demo-image

Raja Haji pahlawan terbesar di nusantara


Raja Haji pahlawan terbesar di nusantara

Oleh Wan Mohd. Shaghir Abdullah 

raja+haji+fisabilillah
Tokoh Nusantara - MASYARAKAT Shaghir Abdullah Orang Melayu masih belum menyadari bahwa di Malaka ada beberapa pemimpin dunia Melayu yang mati sebagai martir karena membela kemuliaan Islam dan orang Melayu. 

Mereka rela mengorbankan apapun, termasuk harta benda dan nyawa, untuk melawan penjajah Portugis dan Belanda. Di antara banyak yang jatuh sebagai martir termasuk 'Sufi' paling terkenal dari Sufi Melayu paling terkenal di dunia. Dia bertemu di Melaka. Sarjana itu adalah Syeikh Syamsuddin as-Sumatra-i yang meninggal sebagai martir karena berkelahi dengan Portugis.

Sejarah penting fasis martir besar di Melaka adalah Raja Haji bin Upu Daeng Celak yang dibunuh oleh penjajah Belanda. Saya berpendapat bahwa Raja Haji adalah pejuang Melayu terbesar atau paling terkenal di dunia sebagai Hang Tuah mengingat operasi darat dan maritimnya yang luas. Raja Haji adalah subjek persidangan dalam artikel ini. 

Dari pihak ayahnya, Raja Haji berasal dari keturunan raja-raja di tanah Bugis, negara bagian Luwuk. Selain itu ibunya berasal dari keturunan penguasa Melayu. Raja Haji lahir di Kota Tua, di Hulu Sungai Riau, pada tahun 1139 H / 1727 M dan meninggal pada hari Rabu di Teluk Ketapang, Melaka, 19 Rejab 1198 H / 8 Juni 1784 M. 


Hubungan dengan ulama
Raja Haji meskipun bukan seorang sarjana, tetapi juga dibahas di ruangan ini, karena beberapa faktor. Pertama adalah karena ia mampu bergaul dengan beberapa ulama. Dia diyakini telah bertemu Saiyid Husein al-Qadri di Mempawah, paman pamannya, Upu Daeng Menambon. Pangeran Upu Daeng Menambon bernama Gusti Jamiril menerima pendidikan Islam yang solid. Gusti Jamiril adalah sepupu Raja Haji, keduanya mampu bergaul. Demikianlah cara pergaulan Islam, dengan demikian praktik sepupunya, memengaruhi Raja Haji.

Pada saat yang sama Raja Haji dan Gusti Jamiril belajar kepada Sheikh Ali bin Faqih dari Patani. Dia adalah Mufti Mempawah kedua, menggantikan Saiyid Husein al-Qadri. Makamnya disebut 'Keramat Pokok Sena' yang terletak di Pemakaman Desa Mempawah. Hubungan Raja Haji dengan Saiyid Abdur Rahman bin Saiyid Husein al-Qadri, Sultan Pontianak yang pertama juga sangat dekat. Saiyid Abdur Rahman al-Qadri adalah suami dari Utin Cenderamidi bin Upu Daeng Menambon. Faktor kedua, dari keturunan Raja Haji, menjadi yang paling terkenal di antara mereka, Raja Ali Haji yang terkenal (cucunya). Keturunannya yang juga ulama adalah Raja Haji Umar bin Raja Hasan bin Ali Haji dan lainnya. 

Judul dipegang

Raja Haji memegang berbagai gelar termasuk Engku Kelana (1747M - 1777M), Pangeran Sutawijaya, Yang Dipertuan Muda Riau-Johor IV (1777M - 1784M), Raja, Marhum Teluk Ketapang, Marhum Asy-Syahid fisabilillah. Terakhir, secara resmi atas nama pemerintah, Raja Haji dianugerahi Pahlawan Nasional Indonesia dianugerahi Bintang Mahaputera Adipradana oleh Presiden Republik Indonesia di Jakarta pada 11 Agustus 1997. 

1756M - 1758M Raja Haji dengan sepupunya Daeng Kamboja memimpin Perang Linggi melawan Belanda. Perang Linggi melibatkan pasukan Melayu dari Linggi, Rembau, Klang, Selangor dan Siak.

Ketika Syarif 'Abdur Rahman al-Qadri berperang melawan Sanggau, Raja Haji adalah seorang pahlawan perang. Perang pecah pada 26 Muharram 1192H / 24 Februari 1778 M hingga 11 Safar 1192H / 11 Maret 1778 M. Raja Haji mengangkat Syarif Abdur Rahman al-Qadri sebagai sultan pertama Kerajaan Pontianak dan Raja Haji mengatur kerangka administrasi.

Raja Haji adalah satu-satunya prajurit Nusantara yang pernah melihat kakinya di hampir semua negara Melayu. Diantaranya adalah Terengganu, Pahang, Johor, Selangor, Kedah, Langkat, Inderagiri, Jambi, Muntok / Bangka, Pontianak, Mempawah dan lainnya. Jika kita bandingkan dengan semua pahlawan di nusantara, seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan lainnya, mereka hanya beroperasi di darat saja dan tidak mengalami perang maritim. Jika kita bandingkan dengan Sultan Hasanuddin, dia adalah seorang prajurit maritim saja, tidak banyak pengalaman dalam perang di darat. Jika hanya ada di sekitar Sulawesi Selatan.

Jika kita membandingkannya dengan yang lain, itu tidak berarti kita kehilangan pejuang lain, tetapi sejarah mencatat bahwa banyak pejuang menyerah pada penjajah. Beberapa ditangkap karena selingkuh dan lainnya. Semuanya berbeda dari Raja Haji. Dia lebih rela mati di medan perang daripada menyerah atau ditipu oleh musuh. Pada 18 Juni 1784 M Raja Haji dibunuh sebagai martir dalam perang melawan pemimpin Belanda Jacob Pieter van Braam di Melaka. Pasukan Melayu yang terbunuh bersama Raja Haji diperkirakan sekitar 500 orang. Seperti dalam pembukaan yang telah saya nyatakan, "... Raja Haji bin Upu Daeng Celak adalah pejuang Melayu terbesar atau terbaik di dunia setelah Hang Tuah ...."

Namun, kita harus menyadari bahwa kisah Hang Tuah lebih bersifat mitos. Berbeda dengan Raja Haji. Kisahnya tercatat sebagai sejarah yang dibuktikan dengan data dan fakta yang tidak bisa dipungkiri. Karena itu, dari segi sejarah berarti 'Raja Haji pahlawan Melayu terbesar dan terhebat di dunia, bukan Hang Tuah.' 

Insiden aneh
Raja Ali Haji di Tuhfat an-Nafis menceritakan peristiwa aneh jenazah Raja Haji setelah kematiannya di syuhada fisabilillah sebagai berikut, "Syahdan aku bisa mengatakan bahwa dari tetua mutawatir, sebelum ia menanam jenazah Yang Di-Raja Raja Haji , al-Marhum, lalu memasukkannya ke dalam kotak untuk membawanya ke Betawi, sudah siap kapal akan membawa tubuh al-Marhum. Maka menunggu hari berikutnya, maka malam itu keluar seperti api dari peti mati al-Marhum Raja Haji. Jadi Malaka melihat itu. Di tengah pertarungan kapal yang akan membawa tubuh al-Marhum meledak, terbakar, terbang ke udara semua isinya dan orang-orangnya. Tidak ada yang ditinggalkan sendirian.

"Syahdan si mutualir qaul berkata, itu tidak membawa tubuh al-Marhum untuk pindah ke negara lain. Jadi ditanam di Malaka, sampai datang dari Provinsi Riau. Dan setengah qaul mengatakan bahwa mutawatir yang dipanggil oleh Holanda yang sebelumnya bernama Raja Api .... "(Tuhfat an-Nafis, Naskhah Terengganu, p.115)

Dalam pandangan saya, di atas mencerminkan kemuliaan orang yang mati dalam kesyahidan fisabilillah karena berjuang untuk kepentingan Islam atau berjuang untuk rakyatnya, orang-orang Melayu tercinta. Perjuangan seperti itu mencerminkan kepatuhan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. Jadi artikel Abdullah Munsyi di Hikayat Abdullah mengatakan bahwa jenazah Raja Haji yang ditanam di ladang gadai harus diperdebatkan dan dibahas secara ilmiah. Artikel Abdullah Munsyi lengkap sebagai berikut, "Itu di belakang kebun perusahaan yang tertanam di King Haji. Itu adalah Raja Melayu yang kuat. Awalnya keturunan Bugis. Jadi istrinya bernama Ratu Emas. Itu adalah orang yang datang untuk melawan Melaka pada periode Holanda - kemudian dari saat itu sampai sekarang (artinya sampai Abdullah Munsyi menulis hikayatnya, pena :) sekitar lebih dari 60 tahun - sehingga hampir Melaka bisa datang kepadanya. Jadi di sekitar koloni Malaka dan desa-desa itu semua berakhir tetapi Malaka hanya dibiarkan tidak mengganggu. Pada saat itu semua orang di Melaka memasuki perang melawan Holanda Melayu, Keling, Cina, Serani masing-masing dengan kapten dan kepala perangnya. Jadi dia telah berperang selama beberapa tahun dan meninggal ketika Raja Haji dimakamkan di Tanjung Palas. Kemudian diambil Holanda tubuhnya ditanam di belakang taman. Ada gosip yang kudengar, ini peternakan babi. Kemudian ada sekitar 20 atau 30 tahun di belakang keturunan Raja Haji dari Lingga dan Riau ke Melaka meminta izin kepada raja Inggris untuk mentransfer makam ke Riau. Jadi izin diberikan. Kemudian bawa dia pergi .... "(Hikayat Abdullah, hlm. 57-58)

Sejarah Abdullah Munsyi tentang Raja Haji yang ditanam pada babi sulit diterima karena: Pertama, jauh berbeda dari yang ditulis oleh Raja Ali Haji seperti yang disebutkan di atas. Kedua, orang yang mati syahid fisabilillah dimuliakan oleh Allah swt. Dalam Al Qur'an disebutkan bahwa "para martir tidak mati, di kuburan mereka diberi rezeki." Dalam hadis Nabi Suci ada banyak menyebutkan tentang manfaat para martir. Pandangan saya bukan untuk menuduh Abdullah Munsyi berbohong dalam tulisannya, karena ia sendiri menyebutkan di awal kalimatnya, "Ada kata yang kudengar". Begitu banyak asumsi yang bisa dibuat. Pertama, mungkin saja persidangan itu sengaja diproses oleh para pembohong dari penguasa kolonial pada waktu itu untuk menghilangkan bangkitnya jihad Muslim Melayu yang tidak suka negara mereka dijajah oleh non-Muslim. Kedua, kemungkinan tekanan kekuasaan kolonial memaksa Abdullah Munsyi untuk menulisnya. Jadi kita harus berpikir dan memeriksa setiap kalimat dan kata yang dia tulis.

Selain itu, jika kita berpikir secara kritis dan bebas menganalisis, khususnya dalam konteks di atas, memang banyak kalimat atau kata dengan kata Abdullah Munsyi mengandung unsur-unsur politik yang menguntungkan kolonialis pada zamannya. Misalnya, meskipun Abdullah Munsyi mengakui bahwa Raja Haji adalah Raja Melayu, tetapi hukuman Abdullah Munsyi terus menyatakan bahwa asal mula Raja Haji adalah keturunan Bugis. Mengapa Abdullah Munsyi tidak menyebut Raja Haji dari pihak ibunya adalah orang Melayu. Di sini diharapkan, jika Raja Haji memanggil orang Melayu, semangat orang Melayu untuk berdiri di tangan Raja Haji sulit untuk diberantas.


No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad