MENGENANG SEJARAH SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN (1607-1692 M./1026-1111H)
Syeikh Abdurrauf
Gerbang Makam Syeik AbdurraAbdurruf
|
Syeikh Abdurrauf merupakan seorang Mufti pada kerajaan Aceh yang sama seperguruan dengan Syeik Abdul Arif syeikh tuangku Madinah yang belajar dengan Syeikh Abdul Ahmad Khusyasi di Madinah. Syeikh Abdurrauf adalah guru yang ahli dalam ilmu Fikih, ilmu Tashauf, ilmu Nahu syaraf, Tafsir, mantiq, ilmu Maani, Badi,Bayan,Tauhid dan Ushul.
Adapun ranji silsilah
keilmuan Syeikh Abdurrauf adalah Syeikh Abdul Ahmad Khusyasi, Syeikh Muhammad
Syanawi, Syeikh Sibatullah, Syeikh Muhammad Alwi, Syeikh Muhammad Lawsi, Syeikh
Hudhuri, Syeikh Hidayatulah, Syeikh Syathari, Syeikh Abdul Syathari, Syeikh
Muhammad Arief, Syeikh Muhammad Asyik, Syeikh Khadi Khali, Syeikh Ali Safi’i,
Syeikh Asnawi, Syeikh Asyik Asaki, Syeikh Muhammad Maghribi, Syeikh Abu
Yazid Bustami, SyeikhJa’far Sidik, Syeikh H. Muhammad Bakir, Syeikh Zainul
Abidin, Syeikh Saidina Husein, Syeikh Saidina Ali, Nabi Muhamad Rasulullah SAW.
Dengan ranji inilah Pakiah
pono ( Syeikh Burhanuddin) kelak di sandingkan.
Pakiah Pono jadi Murid Syeikh
Abdurrauf as Singkili (Syeikh Kuala)
Sejarah singkat Syeik Abdurrauf
Syeikh Abdurrauf dikenal juga dengan sebutan Syeikh Kuala, beliau dilahirkan di Singkil pada tahun 1615 Masehi atau 1024 Hijriyah. Syekh Abdurrauf merupakan keturunan Persia yang datang ke Kesultanan Samudera Pasai pada akhir abad ke 13. Nama Singkil kemudian dinisbatkan pada daerah kelahirannya.
Menurut sejarah ayah Singkil adalah kakak laki-laki dari Hamzah Al-Fansuri, namun tidak cukup bukti yang meyakinkan bahwa ia adalah keponakan Al-Fansuri.
Adalagi Nama yang disebut sebagai ayahnya dimana dia merupakan seorang ulama yang juga filsuf yang terkenal dengan pantheismenya yaitu Syeikh ‘Ali
Menurut cerita Dia adalah seorang keturunan Arab yang telah mengawini wanita setempat dari Fansur (Barus), sebuah kota pelabuhan tua di Sumatera Barat. Keluarga itu lantas menetap di sana.
Singkil didapatkan pendidikan pertama di tempat kelahirannya, Singkil, terutama dari ayahnya yang merupakan seorang alim. Ayahnya juga mempunyai pesantren. Singkil pun menimba ilmu di Fansur (Barus), karena ketika itu negeri ini menjadi salah satu pusat Islam penting di nusantara serta merupakan titik hubung antara orang Melayu dan kaum Muslim dari Asia Barat dan Asia Selatan.
Beberapa tahun kemudian, Singkil berangkat ke Banda Aceh, ibukota kesultanan Aceh dan belajar kepada Syams al-Din al-Samatrani, seorang ulama pengusung Wujudiyyah.
Sejarah perjalanan karier Singkil diawali saat dia menginjakkan kaki di jazirah Arab pada 1052 H/1642 M. Sekitar 19 guru yang ada dalam catatan sejarah pernah mengajarinya dengan berbagai disiplin ilmu Islam di samping sebanyak 27 ulama terkemuka lainnya. Tempat belajarnya tersebar di sejumlah kota yang berada di sepanjang rute haji, mulai dari Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Makkah serta Madinah.
Eksperimen pencarian jatidiri dan keislamannya dimulai di Doha, Qatar, dengan berguru pada seorang ulama besar, Abd Al-Qadir al Mawrir kemudian berakhir dengan Syeikh Abdul Khusyasi di Madinah yang kini menjadi ranji aliran ajaran Syeikh Burhanuddin. Sepanjang hidupnya, tercatat Singkel sudah menggarap sekitar 21 karya tulis yang terdiri dari 1 kitab tafsir, 2 kitab hadits, 3 kitab fiqih dan selebihnya kitab ilmu tasawuf. Bahkan tercatat kitab tafsirnya berjudul Turjuman al-Mustafid (Terjemah Pemberi Faedah) adalah kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia dan berbahasa Melayu.
Dia juga menulis sebuah kitab fiqih berjudul Mi’rat at-Tullab fi Tahsil Ahkam asy-Syari’yyah li al Malik al-Wahhab (Cermin bagi Penuntut Ilmu Fiqih pada Memudahkan Mengenal Hukum Syara’ Allah) yang ditulis atas perintah Sultanah. Sementara di bidang tasawuf, karyanya yakni Umdat al-Muhtajin (Tiang Orang-Orang yang Memerlukan), Kifayat al-Muhtajin (Pencukup Para Pengemban Hajat), Daqaiq al-Huruf (Detail-Detail Huruf) serta Bayan Tajalli (Keterangan Tentang Tajali).
Namun, di antara sekian banyak karyanya, terdapat salah satu yang dianggap penting bagi kemajuan Islam di nusantara yaitu kitab tafsir berjudul Tarjuman al-Mustafid. Ditulis ketika Singkel masih berada di Aceh, kitab ini telah beredar luas di kawasan Melayu-Indonesia bahkan hingga ke luar negeri. oleh banyak kalangan, tafsir ini telah banyak memberikan petunjuk sejarah keilmuan Islam di Melayu. Di samping pula kitab tersebut berhasil memberikan sumbangan berharga bagi telaah tafsir al-quran dan memajukan pemahaman lebih baik terhadap ajaran-ajaran Islam.
Pada bagian lain, pendapat Singkel terhadap paham wahdadul wujud dipaparkannya dalam karya Bayyan Tajali. Karya ini juga merupakan usahanya untuk merumuskan keyakinan pada ajaran Islam. Kalimat utama dari Syeikh Abdurrauf adalah betapapun yakin seorang hamba kepada Allah, namun khalik dan mahluk tetap memiliki arti tersendiri. Sepulang dari belajar dia meneruskan pesantren ayahnya di singkil dan bekerjasama dengan Kesultan Aceh dengan menjadi mufti kerajaan.
Link berkaitan - [Baca bersambung]
1. Penyebar Islam di Minangkabau - SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN
2. MENGENANG SEJARAH SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN (1607-1692 M./1026-1111H)
3. Mula mengenal Agama Islam
4. Syeikh Abdurrauf
5. Singkil Selayang pandang
6. Ma’rifat berguru
7. PAKIAH PONO DIBERI GELAR SYEIKH BURHANUDDIN
8. Syekh Burhanuddin kembali ke Pariaman
9. Perjanjian Bukit Marapalam
1. Penyebar Islam di Minangkabau - SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN
2. MENGENANG SEJARAH SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN (1607-1692 M./1026-1111H)
3. Mula mengenal Agama Islam
4. Syeikh Abdurrauf
5. Singkil Selayang pandang
6. Ma’rifat berguru
7. PAKIAH PONO DIBERI GELAR SYEIKH BURHANUDDIN
8. Syekh Burhanuddin kembali ke Pariaman
9. Perjanjian Bukit Marapalam
No comments:
Post a Comment