MENGENANG SEJARAH SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN (1607-1692 M./1026-1111H)
Mula mengenal Agama Islam
darulislamnusantara - Untuk membekali keterampilan hidup anak seperti biasa setiap
hari pekan Sipono selalu dibawa ayahnya pergi ke pasar Tuo Batang Bangkaweh
disini dia dipertemukan pada seorang gujarat yang disebut dengan “Illapai”
untuk belajar berniaga.
Kiranya Illapai ini memasukkan fahammnya pada Sipono dan sipono
tertarik untuk mendalaminya dan sejak saat itu bermulalah perjalanan hidup si
Pono. Suatu ketika Illapai menceritakan bahwa ada guru yang lebih pandai
darinya di negeri rantau pesisir Minangkabau yaitu seorang ulama dari mekah
yang terkenal dengan sebutan Tuanku Madinah. Sedang mengajarkan agama Islam.
Cerita ini menarik minat sipono maka diutarakanlah niat tersebut
pada Ayahnya untuk belajar agama Islam di Tapakis pada Tuanku Madinah. Melihat
semangat anak kesayangannya dan hiba membayangkan anaknya yang selalu di
perolok-olok kan temannya karena pincang maka niat tersebut dikabulkan oleh
ayahnya untuk pindah sekaligus membuka lapangan usaha di daerah baru.
Berangkatlah keluarga ini 6 rombongan menyelusuri hutan mengiliri
batang air melewati nagari malalo (Singkarak) dan turun gunung sampai Nagari
Asam Pulau dan terus mengiliri anak sungai batang anai sampai kenagari Sintuak
Lubuk Aluang.
Disintuak merupakan nagari yang pertama mereka tempati dan
menetap di perantauan dan karena ditempat ini kehadirannya diterima maka
mulailah mereka memulai kehidupan dengan menggembala kerbau. Karena setiap hari
kerjanya mengembala kerbau, diusianya yang kesebelas tahun maka sipono tidak
banyak bergaul dengan orang lain sehingga dia bagaikan mengasingkan diri
disamping setalian untuk menghindari cemoohan orang akan kondisi Kakinya yang
pincang. Padang gembalaannya semakin hari semakin jauh dan tidak terbatas di
Sintuk saja melainkan melebar sampai ke Tapakis yaitu daerah antara sintuk dan
Ulakan kini.
Dipengembalaannya di Tapakis sipono mendapat teman bermain orang
ulakan yang berasal dari Tanjung Medan yang bernama Idris yang kelak diberi
gelar Khatib Majolelo dan menjadi teman setianya ketika kembali dari Aceh dan
menjadi tulang punggung dalam penyiaran Islam di Ulakan.
Dari si Idris inilah si pono banyak mendapat informasi tentang
keberadaan Yah Yudi Syeikh Abdul Arif yang digelari Tuangku Madinah karena
berasal dari Madinah Tanah Arab dan pada Syeikh ini Sipono belajar agama Islam.
Karena kecerdasannya dan kemauannya yang kuat dalam mempelajari
agama maka dengan cepat si pono berhasil menguasai semua pelajaran yang
diberikan Tuanku Madinah. Dan pada suatu jumat gurunya menyuruh sipono untuk
menjadi Imam dan memimpin guru serta teman teman seperguruannya shalat
berjamaah, dia berhasil melaksanakan tugas tersebut tanpa cela sehingga hati
syeikh Madinah senang dan mengajaknya berbicara serius dengan mengatakan bahwa
ilmu yang dimilikinya belum lengkap untuk itu sipono hendaknya pergi berguru ke
Aceh menemui Syeikh Abdlurrauf di singkil.
Sekaitan dengan berkembangnya ajaran Islam di Ulakan masyarakat
mulai tidak menyenangi Sipono yang imbasnya juga terhadap keluarga Pampak
seseluruhan untuk itu inisiatif sipono pergi ke Aceh disetujui ayahnya agar
bisa menghindari kemarahan masyarakat yang mulai main kasar bahkan ingin
membunuh si pono karena ajaran islam tersebut menghalangi adat kebiasaan mereka
dalam berjudi dan bersabung Ayam.
Bagi orang tua kapergian sipono ke Aceh sama saja dengan kehilangan
anak untuk selamanya karena aceh itu jauh dan medannya sangat berat dan
berbahaya sehingga kepergian sipono bagaikan kepergian pamit untuk mati yang
tidak kembali lagi.
Ranji
Menghubungkan Syeikh Burhanuddin dengan Nabi Muhammad SAW.
Perjalanan
ini dilepas oleh orang tua dan sahabat karibnya Idris dengan perasaan galau dan
kehilangan. Mendapati situasi seperti ini sipono berpesan jangan bersedih bahwa
dia akan kembali terutama pada sahabatnya si Idris yang berjanji akan
menanti kedatangan si pono sahabatnya.
Perjalanan ke Aceh.
Dengan bekal keberanian dan keyakinan yang kuat untuk menambah ilmu Agama ke Syeikh Abdurrauf di Aceh maka Hutan Rimba belantara bukit barisan dia jelajahi tanpa mengenal lelah siang berteman matahari malam berselimut embun dengan bilangan hari minggu dan berganti bulan akhirnya Pakiah Pono bertemu dengan empat orang yang juga sehaluan jalan.
Keempat orang tersebut berhenti ditepi jalan menunggu Pakiah Pono melewatinya, melihat perawakan dari ke empat orang tersebut hati Pakiah Pono sama sekali tidak ciut meski dalam hatinya bertanya tanya mengapa mereka berhenti padalah dia sudah bersengaja berjalan lambat-lambat agar tetap berada dibelakang.
Ketika sudah dekat dengan sopan Pakiah Pono menyapa mereka sambil menghatur sambah tangan di depan dada yang dibalas dengan sopan pula oleh keempat orang tersebut dan saling bertanya darimana berasal dan kemana tujuan.
Setelah berkenalan dan mengungkap nama masa kecil serta gelar yang disandang kemudian berbincang-bincang tentang arah tujuan yang kiranya sama-sama hendak menuntut ilmu pada Syeikh Abdurrauf di Singkil Aceh. Karena kepintaran berdiplomasi si Pakiah Pono maka atas kesepakatan mereka berlima ditunjuklah Tuanku Pono menjadi pimpinan Rombongan hingga sampai di Aceh Singkil.
Adapun teman berempat yang bertemu Pakiah Pono adalah Datuak maruhun Panjang dari Padang gantiang Batu Sangka, Sitarapang dari Kubuang Tigobaleh Solok, M. Nasir dari Koto Tangah Padang (Koto Panjang), Buyuang Mudo dari Bayang Salido Banda Sapuluah.
Link berkaitan - [Baca bersambung]
1. Penyebar Islam di Minangkabau - SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN
2. MENGENANG SEJARAH SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN (1607-1692 M./1026-1111H)
3. Mula mengenal Agama Islam
4. Syeikh Abdurrauf
5. Singkil Selayang pandang
6. Ma’rifat berguru
7. PAKIAH PONO DIBERI GELAR SYEIKH BURHANUDDIN
8. Syekh Burhanuddin kembali ke Pariaman
9. Perjanjian Bukit Marapalam
1. Penyebar Islam di Minangkabau - SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN
2. MENGENANG SEJARAH SYEIKH BURHANUDDIN ULAKAN (1607-1692 M./1026-1111H)
3. Mula mengenal Agama Islam
4. Syeikh Abdurrauf
5. Singkil Selayang pandang
6. Ma’rifat berguru
7. PAKIAH PONO DIBERI GELAR SYEIKH BURHANUDDIN
8. Syekh Burhanuddin kembali ke Pariaman
9. Perjanjian Bukit Marapalam
No comments:
Post a Comment